Minggu, 27 Juli 2008

Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 40 TAHUN 2004
TENTANG
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang
:
a.
bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur;


b.
bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;


c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Tenaga Kerja;




Mengingat
:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 H ayat (1), ayat (2), dan Ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;




Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :




Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL




BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1






Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


1.
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.






2.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.






3.
Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.






4.
Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial.






5.
Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan sosial.






6.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.






7.
Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.






8.
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.






9.
Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya.






10.
Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.






11.
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.






12.
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan dalam bentuk lainnya.






13.
Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan /atau jasa yang telah atau akan dilakukan.






14.
Kecelakaan kerja adalah kecelakaaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.






15.
Cacat adalah keadaan berkurangnya atau hilangnya fungsi tubuh atau hilangnya anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya kemampuan pekerja untuk menjalankan pekerjaannya.






16.
Cacat total tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan.




BAB III
ASAS, TUJUAN, DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN
Pasal 2


Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.




Pasal 3





Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.




Pasal 4





Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip :


a.
kegotong-royongan;


b.
nirlaba;


c.
keterbukaan;


d.
kehati-hatian;


e.
akuntabilitas;


f.
portabilitas;


g.
kepesertaan bersifat wajib;


h.
dan amanat , dan


i.
hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.




BAB III
BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL
Pasal 5



1.
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang.






2.
Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut Undang-Undang ini.






3.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :




a.
Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);



b.
Perusahaan Perseroan (Persero) Dana tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);



c.
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan



d.
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES);







4.
Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk yang baru dengan Undang-Undang.





BAB IV
DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL
Pasal 6






Untuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Undang-Undang ini dibentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional.





Pasal 7







1.
Dewan Jaminan Sosial Nasional bertanggung jawab kepada Presiden.







2. Dewan Jaminan Sosial nasional berfungsi merumuskan kebijakan umumdan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.







3.
Dewan Jaminan Sosial Nasional bertugas :



a. melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan sosial;



b.
mengusulkan kebijakan investasi dana Jaminan Sosial nasional ; dan



c.
mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran dan tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah.







4.
Dewan Jaminan Sosial Nasional berwenang melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial.





Pasal 8







(1)
Dewan Jaminan Sosial Nasional beranggotakan 15 (lima belas) orang, yang terdiri dari unsur Pemerintah, tokoh dan / atau ahli yang memahami bidang jaminan sosial, organisasi pemberi kerja, dan organisasi pekerja.







(2)
Dewan Jaminan Sosial Nasional dipimpin oleh Ketua merangkap anggota dan anggota lainnya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.







(3)
Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari unsur Pemerintah.







(4)
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dibantu oleh Sekretariat Dewan yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional .







(5)
Masa jabatan anggotan Dewan Jaminan Sosial Nasional adalah 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.







(6)
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional harus memenuhi syarat sebagai berikut :



a.
Warga Negara Indonesia;



b.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;



c.
sehat jasmani dan rohani;



d.
berkelakuan baik;



e.
berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat menjadi anggota;



f.
lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu);



g.
memiliki keahlian di bidang jaminan sosial;



h.
memiliki kepedulian terhadap bidang jaminan sosial; dan



i.
tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan.





Pasal 9






Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat meminta masukkan dan bantuan tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan.





Pasal 10






Susunan organisasi dan tata kerja Dewan Jaminan Sosial Nasional sebagaimana dimaksud dalam Paal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.





Pasal 11






Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat berhenti atau diberhentikan sebelum berakhir masa jabatan karena :


a.
meninggal dunia;


b.
berhalangan tetap;


c.
mengundurkan diri;


d. tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6).





Pasal 12






(1)
Untuk pertama kali, Ketua dan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional diusulkan oleh Menteri yang bidang tugasnya meliputi kesejahteraan sosial.






(2)
Tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.





BAB V
KEPESERTAAN DAN IURAN
Pasal 13






(1)
Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjaannya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.






(2)
Pentahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.





Pasal 14






(1)
Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.






(2)
Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.






(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.





Pasal 15






(1)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Wajib memberikan nomor idntitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya.






(2)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.





Pasal 16






Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang pelaksanaan program jaminan sosial yang diikuti.





Pasal 17






(1)
Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu.






(2)
Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala.






(3)
Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai degan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhandasar hidup yang layak.






(4)
Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah.




(5)
Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar oleh Pemerintah untuk program jaminan kesehatan,






(6)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.





BAB VI
PROGRAM JAMINAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Jenis Program Jaminan Sosial
Pasal 18






Jenis program jaminan sosial meliputi :

a.
jaminan kesehatan;

b.
jaminan kecelakaan kerja;

c.
jaminan hari tua;

d.
jaminan pensiun; dan

e.
jaminan kematian.





Bagian Kedua
Jaminan Kesehatan
Pasal 19






(1)
Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.






(2)
Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.





Pasal 20






(1)
Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.






(2)
Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan.






(3)
Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.





Pasal 21






(1)
Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak seorang peserta mengalami pemutusan hubungan kerja.






(2)
Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 6 (enam) bulan belum memperoleh pekerjaaan dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.






(3)
Peserta yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah.






(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.





Pasal 22






(1)
Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.






(2)
Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.






(3)
Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan urun biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.





Pasal 23






(1)
Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penelenggara Jaminan Sosial.






(2)
Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.






(3)
Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan Kompensasi.






(4)
Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.






(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.





Pasal 24






(1)
Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut.






(2)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima.






(3)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan, kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas





Pasal 25

Daftar dan harga tertinggi obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang dijamin oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.





Pasal 26

Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.





Pasal 27

(1)
Besarnya jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase dari upah sampai batas tertentu, yang secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.






(2)
Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk peserta yang tidak menerima upah ditentukan berdasarkan nominal yang ditinjau secara berkala.






(3)
Besarnya iuran jaminan kesehatan untuk penerima bantuan iuran ditentukan berdasarkan nominal yang ditetapkan secara berkala.






(4)
Batas upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditinjau secara berkala.






(5)
Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta batas upah sebagaimana pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.





Pasal 28

(1)
Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang dan ingin mengikutsertakan anggota keluarga yang wajib membayar tambahan iuran.






(2)
Tambahan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.





Bagian Ketiga
Jaminan kecelakaan Kerja
Pasal 29






(1)
Jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.






(2)
Jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran.





Pasal 30

Peserta jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran.





Pasal 31

(1)
Peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia.




(2)
Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.




(3)
Untuk jenis-jenis pelayanan tertentu atau kecelakaan tertentu, pemberi kerja dikenakan urun biaya.





Pasal 32

(1)
Manfaat jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) iberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang memenuhi syarat dan menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.






(2)
Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberkan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.






(3)
Dalam hal kecelakaan kerja terjadi disuatu daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat, maka guna memenuhi kebutuhan medis bagi peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi.






(4)
Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas perawatan di rumah sakit diberikan kelas standar.





Pasal 33

Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya manfaat uang tunai, hak ahli waris, kompensasi, dan pelayanan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.





Pasal 34

(1)
Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar persentase tertentu dari upah atau penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja.






(2)
Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja untuk peserta yang tidak menerima upah adalah jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala oleh Pemerintah.






(3)
Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bervariasi untuk setiap kelompok pekerja sesuai dengan risiko lingkungan kerja.






(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.





Bagian Keempat
Jaminan Hari Tua
Pasal 35

(1)
Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.






(2)
Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.





Pasal 36

Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah membayar iuran.





Pasal 37

(1)
Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.






(2)
Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya.






(3)
Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun.






(4)
Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua.






(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.





Pasal 38

(1)
Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta penerima upah ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja






(2)
Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta yang tidak menerima upah ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala.






(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.





Bagian Kelima
Jaminan Pensiun
Pasal 39

(1)
Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.






(2)
Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.






(3)
Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.






(4)
Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.





Pasal 40

Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran.





Pasal 41

(1)
Manfaat jaminan pensiun berwujud uang tunai yang diterima setiap bulan sebagai :

a.
Pensiun hari tua, diterima peserta setelah pensiun sampai meninggal dunia;

b.
Pensiun cacat, diterima peserta yang cacat akibat kecelakaan atau akibat penyakit sampai meninggal dunia;

c.
Pensiun janda/duda,diterima janda/duda ahli waris peserta sampai meninggal dunia atau menikah lagi;






d.
Pensiun anak, diterima anak ahli waris peserta sampai mencapai 23 (dua puluh tiga) tahun, bekerja, atau menikah; atau






e.
Pensiun orang tua, diterima orang tua ahli waris peserta lajang sampai batas waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.






(2)
Setiap peserta atau ahli warisnya berhak mendapatkan pembayaran uang pensiun berkala setiap bulan setelah memenuhi masa iuran minimal 15 (lima belas) tahun, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan.






(3)
Manfaat jaminan pensiun dibayarkan kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun sesuai formula yang ditetapkan.






(4)
Apabila peserta meninggal dunia masa iur 15 (lima belas) tahun ahli warisnya tetap berhak ,mendapatkan manfaat jaminan pensiun.






(5)
Apabila peserta mencapai usia pensiun sebelum memenuhi masa iur (lima belas) tahun, peserta tersebut berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil pengembangannya.






(6)
Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak tersebut menikah, bekerja tetap, atau mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun.






(7)
Manfaat pensiun cacat dibayarkan kepada peserta yang mengalami cacat total tetap meskipun peserta tersebut belum memasuki usia pensiun.






(8)
Ketentuan mengenai manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.





Pasal 42

(1)
Besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan atau suatu jumlah nominal tertentu yang ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja.






(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.





Bagian Keenam
Jaminan Kematian
Pasal 43

(1)
Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.






(2)
Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.





Pasal 44

Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran.





Pasal 45

(1)
Manfaat jaminan kematian berupa uang tunai dibayarkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah klaim diterima dan disetujui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.






(2)
Besarnya manfaat jaminan kematian ditetapkan berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu.






(3)
Ketentuan mengenai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.





Pasal 46

(1)
Iuran jaminan kematian ditanggung oleh pemberi kerja.






(2)
Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan.






(3)
Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta bukan penerima upah ditentukan berdasarkan jumlah nominal tertentu dibayar oleh peserta.






(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.





BAB VII
PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL
Pasal 47

(1)
Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.






(2)
Tata cara pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.





Pasal 48

Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.





Pasal 49

(1)
badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengelola pembukuan sesuai dengan standar akuntasi yang berlaku.






(2)
Subsidi silang antar program dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana prgram lain yang tidak diperkenankan.






(3)
Pesera berhak setiap saat memperoleh infromasi tentang akumulasi iuran dan hasil pengembangannya serta manfaat dari jenis program jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.






(4)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan informasi skumulasi iuran berikut hasil pengembangannya kepada setiap peserta jaminan hari tua sekurang-kurangnya sekali alam satu tahun.





Pasal 50

(1)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum.






(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.





Pasal 51

Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.





BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52

(1)
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku :


a.
Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468);







b.
Perusahaan perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang pensiun Pegawai dan pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Nomor 2906), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3014) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3200);







c.
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan perseroan (persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 88);







d.
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) yang dibentuk denganPeraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 16);







tetap berlaku sepanjang belum disesuaikan dengan Undang-Undang ini.






(2)
Semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.





BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53

Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta

pada tanggal 19 Oktober 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 19 Oktober 2004

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

TTD

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 150

Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris
Bidang Hukum dan
perundang-undangan


Lambock V. Nahattands

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2004
TENTANG
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UMUM
Pembangunan sosial ekonomi sebagai salah satu pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional telah menghasilkan banyak kemajuan, diantaranya telah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan tersebut harus dapat dinikmati secara berkelanjutan, adil, dan merata menjangkau seluruh rakyat.
Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, yang diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun1945. Jaminan sosial juga dijamin dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak asasi Manusia Tahun 1948 dan ditegaskan dalam Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. sejalan dengan ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharakan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila tejadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial. Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tenang Jaminan Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian.
Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun1981 dan program Asuransi Kesehatan (ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dana anggota keluarganya.
Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemrintah Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971.
Berbagai program tersebut diatas baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Disamping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem Jaminan Nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.
Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebagai berikut :
Prinsip kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong- royong dari peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.
Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat.
Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. Program-program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembagan jaminan sosial.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasal 2
Asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Asas manfaat merupakan asas yang bersifat operasional menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif. Asas keadilan merupakan asas yang bersifat ideal. Ketiga asas tersebut dimaksudkan utnuk menjamin kelangsungan program dan hak peserta.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 4
Prinsip kegotong-royongan dalam ketentuan ini adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya.
Prinsip nirlaba dalam ketentuan ini adalah prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.
Prinsip keterbukaan dalam ketentuan ini adalah prinsip dalam ketentuan ini adalah prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.
Prinsip kehati-hatian dalam ketentuan ini adalah prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
Prinsip akuntabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Prinsip portabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip kepesertaan wajib dalam ketentuan ini adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan secara bertahap.
Prinsip dana amanat dalam ketentuan ini adalah bahwa iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.
Prinsip hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial Nasional dalam ketentuan ini adalah hasil dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut ketentuan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan dinamika perkembangan jaminan sosial dengan tetap memberi kesempatan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang telah ada/atau yang baru, dalam mengembangkan cakupan kepesertaan dan program jaminan sosial.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Kajian dan penelitian yang dilakukan dalam ketentuan ini antara lain penyesuainan masa transisi, standar opersional dan prosedur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, besaran iuran dan manfaat, pentahapan kepesertaan dan perluasan program, pemenuhan hak peserta, dan kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Huruf b
Kebijakan investasi yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah penempatan dana dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, optimalisasi hasil, keamanan dana, dan transparansi.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Kewenangan melakukan monitoring dan evaluasi dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin terselenggaranya program jaminan sosial, termasuk tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pasal 8
Ayat (1)
Jumlah 15 (lima belas) orang anggota dalam ketentuan ini terdiri dari unsur pemerintah 5 (lima) orang , unsur tokoh dan/ atau ahli 6 (enam) orang, unsur organisasi pemberi kerja 2 (dua) orang, dan unsur organisasi pekerja 2 (dua) orang
Unsur pemerintah dalam ketentuan ini berasal dari departemen yang bertanggung jawab di bidang keuangan, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, dan kesejahteraan rakyat dan/atau bidang pertahanan dan keamanan, masing-masing 1 (satu) orang.
Unsur ahli dalam ketentuan ini meliputi ahli di bidang asuransi, keuangan, investasi, dan aktuaria.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Frasa "secara bertahap" dalam ketentuan ini dimaksudkan agar memperhatikan syarat-syarat kepesertaan dan program yang dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan anggaran negara, seperti diawali dengan program jaminan kesehatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Informasi yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup hak dan kewajiban sebagai peserta, akun pribadi secara berkala minimal satu tahun sekali, dan perkembangan program yang diikutinya.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud pembayaran iuran secara berkala dalam ketentuan ini adalah pembayaran setiap bulan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Fakir miskin dan orang yang tidak mampu dalam ketentuan ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Prinsip asuransi sosial meliputi :
a. kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah;
b.kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif;
c. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan;
d. bersifat nirlaba.
Prinsip ekuitas yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak terikat dengan besaran iuran yang telah dibayarkannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Anggota keluarga adalah istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang lain dalam ketentuan ini adalah anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.
Untuk mengikut sertakan anggota keluarga yang lain, pekerja memberikan surat kuasa kepada pemberi kerja untuk menambah iurannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 21
Ayat (1)
Ketentuan ini memungkinkan seorang peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja dan keluarganya tetap dapat menerima jaminan kesehatan hingga 6 (enam) bulan berikutnya tanpa mengangsur.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud pelayanan kesehatan dalam pasal ini meliputi pelayanan dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana, rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci darah dan operasi jantung. Pelayanan ersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Hal ini diperlukan untuk kehati-hatian.
Ayat (2)
Jenis pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang membuka peluang moral hazaard (sangat dipengaruhi selera dan perilaku peserta), misalnya pemakaian obat-obat suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik.
Urun biaya harus menjadi bagian upaya pengendalian, terutama upaya pengendalian dalam menerima pelayanan kesehatan. Penetapan urun biaya dapat berupa nilai nominal atau persentase tertentu dari biaya pelayanan, dan dibayarkan kepada fasilitas kesehatan pada saat peserta memperoleh pelayanan kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktek, klinik, laboratorium, apotek dan fasilitas kesehatan lainnya. Fasilitas kesehatan memenuhi syarat tertentu apabila kesehatan tersebut diakui dan memiliki izin dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kompensasi yang diberikan pada peserta dapat dalam bentuk uang tunai, sesuai dengan hak pesera.
Ayat (4)
Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya (kelas standar), dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini menghendaki agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial membayar fasilitas kesehatan secara efektif dan efisien. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dapat memberikan anggaran tertentu kepada suatu rumah sakit di suatu daerah untuk melayani sejumlah peserta atau membayar sejumlah tetap tertentu per kapita per bulan (kapitasi). Anggaran tersebut sudah mencakup jasa medis, biaya perawatan, biaya penunjang, dan biaya obat-obatan yang penggunaan rincinya diatur sendiri oleh pimpinan rumah sakit. Dengan demikian, sebuah rumah sakit akan lebih leluasa menggunakan dana seefektif dan seefisien mungkin.
Ayat (3)
Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menerapkan sistem kendali mutu dan kendali biaya termasuk menerapkan iuran biaya untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan.
Pasal 25
Penetapan daftar dan plafon harga dalam ketentuan ini dimaksudkan agar mempertimbangkan perkembangan kebutuhan medik ketersediaaan, serta efektifitas dan efisiensi obat atau bahan medis habis pakai.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengertian secara berkala dalam ketentuan ini adalah jangka waktu tertentu untuk melakukan peninjauan atau perubahan sesuai dengan perkembangan kebutuhan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kompensasi dalam ketentuan ini dapat berbentuk penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan, atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu.
Ayat (4)
Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari pada haknya (kelas standar), dapat meningkatkan kelasnya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Variasi besarnya iuran disesuaikan dengan tingkat risiko lingkungan kerja dimaksudkan pula untuk mendorong pemberi kerja menurunkan tingkat risiko lingkungan kerjanya dan teciptanya efisiensi usaha.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Prinsip asuransi sosial dalam jaminan hari tua didasarkan pada mekanisme asuransi dengan pembayaran iuran antara pekerja dan pemberi kerja.
Prinsip tabungan wajib dalam jaminan hari tua didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan hari tua didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan hari tua berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembangannya.
Ayat (2)
Jaminan hari tua diterimakan kepada peserta yang belum memasuki usia pensiun karena mengalami cacat total tetap sehingga tidak bisa lagi bekerja dan iurannya berhenti.
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemerintah menjamin terselenggaranya pengembangan dana jaminan hari tua sesuai dengan prinsip kehati-hatian minimal setara tingkat suku bunga deposito bank Pemerintah jangka waktu satu tahun sehingga peserta memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Ayat (3)
Sebagian jaminan hari tua dapat dibayarkan untuk membantu peserta mempersiapkan diri memasuki masa pensiun.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang akan diatur oleh Pemerintah adalah persentase iuran yang dibayar oleh pekerja dan pemberi kerja.
Pasal 39
Ayat (1)
Pada dasarnya mekanisme jaminan pensiun berdasarkan asuransi sosial, namun ketentuan ini memberi kesempatan kepada pekerja yang memasuki usia pensiun tetapi masa iurannya tidak mencapai waktu ditentukan, untuk diberlakukan sebagai tabungan wajib dan dibayarkan pada saat yang bersangkutan berhenti bekerja, ditambah hasil pengembangannya.
Ayat (2)
Derajat kehidupan yang layak yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah besaran jaminan pensiun mampu memenuhi kebutuhan pokok pekerja dan keluarganya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan manfaat pasti adalah terdapat batas minimun dan maksimum manfaat yang akan diterima peserta.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Manfaat pensiun anak adalah pemberian uang pensiun berkala kepada anak sebagai ahli waris peserta, paling banyak 2 (dua) orang yang belum bekerja, belum menikah, atau sampai berusia 23 (dua puluh tiga) tahun, yang tidak mempunyai sumber penghasilan apabila seorang peserta meninggal dunia.
Huruf e
Manfaat orang tua adalah pemberian uang pensiun berkala kepada orang tua sebagai ahli waris peserta lajang apabila seorang peserta meninggal dunia.
Ayat (2)
Ketentuan 15 (lima belas) tahun diperlukan agar ada kecukupan dari akumulasi dana untuk memberi jaminan pensiun sampai jangka waktu yang ditetapkan dalam bentuk Undang-Undang ini.
Ayat (3)
Formula jaminan pensiun ditetapkan berdasarkan masa kerja dan upah terakhir.
Ayat (4)
Meskipun peserta belum memenuhi masa iur selama 15 (lima belas) tahun, sesuai dengan prinsip asuransi sosial, ahli waris berhak menerima jaminan pensiun sesuai dengan formula yang ditetapkan.
Ayat (5)
Karena belum memenuhi syarat masa iur, iuran jaminan pensiun diberlakukan sebagai tabungan wajib.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan likuiditas adalah kemampuan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam memenuhi kewajibannya jangka pendek.
Yang dimaksud dengan solvabilitas adalah kemampuan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam memenuhi semua kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Subsidi silang yang tidak diperkenankan dalam ketentuan ini misalnya dana pensiun tidak dapat digunakan untuk membiayai jaminan kesehatan dan sebaliknya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cadangan teknis menggambarkan kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang timbul dalam rangka memenuhi kewajiban di masa depan kepada peserta.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4456


LEMBARAN NEGARAREPUBLIK INDONESIA

NO.85,2002
KEHAKIMAN. Hukum. Hak Cipta. Perdagangan. Industri. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 19 TAHUN 2002TENTANGHAK CIPTADENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :
a.
bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut;
b.
bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian intenasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
c.
bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d.
bahwa dengan memnperhatikan pengabman dalam melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang ada dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c. dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta;
Mengingat :
a.
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Lndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Oraganization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
Dengan PersetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN
Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan plkiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3.
Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan seni, atau sastra
4.
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta. atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih Tanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5.
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
6.
Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7.
Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun ridak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8.
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
9.
Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
10.
Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya,
11.
Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bimyi lainnya.
12.
Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
13.
Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal.
14.
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pcmegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
15.
Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang ini.
16.
Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu tingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.
17.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
BAB IILINGKUP HAK CIPTABagian PertamaFungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2
(1)
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan } ang berlaku.
(2)
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untiik kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal 3
(1)
Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak.
(2)
Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan. baik seluruhnya maupun sebagian karena:
Pewarisan:
Hibah;
Wasiat;
Perjanjian tertulis; atau
Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1)
Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia. menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita. kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
(2)
Hak Cipta yang tidak atau helum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Bagian KeduaPencipta
Pasal 5
(1)
Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah:
orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau
orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.
(2)
Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut.
Pasal 6
Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang mernimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut. yang dianggap sebagai Pencsipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cspta masing masing atas bagian Ciptaanya itu.
Pasal 7
Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.
Pasal 8
(1)
Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
(3)
Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Pasal 9
Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.
Bagian Ketiga
Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui
Pasal 10
(1)
Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.
(2)
Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian. kahgrafl, dan karya seni {ainnya.
(3)
Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang vans bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)
Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(2)
Jika suatu Ciptaan telah dsterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, Penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(3)
Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau Penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
Bagian KeempatCiptaan yang Dilindungi
Pasal 12
(1)
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup :
buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
ceramah, kuliah, pidato, dan Cipiaan lain yang seJenis dengan itu;
alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
seni rupa dalam segala benliik seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan dan terapan;
arsitektur;
peta;
fotografi;
sinematografi:
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
(2)
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf 1 dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3)
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.


Pasal 13
Tidak ada Hak Cipta atas:
hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
peraturan perundang-undangan:
pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Bagian KelimaPembatasan Hak Cipta
Pasal 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta :
a.
Pengumuman dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b.
Pengumuman daa'atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah. kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c.
Pengambilanan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pasal 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta :
a.
penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan. penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b.
pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c.
pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan :
ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan: atau
pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
Perbanyakan suatu Ciptaan selain Prograrn Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum. lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Pasal 16
(1)
Untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan, terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat :
mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebui di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalain hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
menunjuk pihak lain untuk melakukan penerjemahan dan/tau Perbanyakan Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipia tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b;
(2)
Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (I), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pemah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
(3)
Kewajiban untuk memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah lewatjangkawaktu:
3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dan buku itu belum pemah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
5 (lima) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang ilmu sosial dan buku itu belum pemah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
7 (tujuh) tahun sejak diumumkannya buku dl bidang seni dan sastra dan buku itu belum pemah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia.
(4)
Penerjemahan atau Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) hanya dapat digunakan untuk pemakaian di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor ke wilayah Negara lain.
(5)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(6)
Ketentuan tentang tata cara pengajuan Permohonan untuk menerjemahkan dan^atau memperbanyak sebagaimana dimaksud pada a>at (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 17
Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.
Pasal 18
(1)
Pengumuman suatu Ciptaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk kepentingan nasional melalui radio, televisi dan/atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada Pemegang Hak Cipia dengan ketentuan tidak merugikan kepeDtingan yane wajar dari Pemegang Hak Cipta, dan kepada Pemegang Hak Cipta diberikan imbalan yang layak.
(2)
Lembaga Penyiaran yang mengumumkan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang mengabadikan Ciptaan itu semata-mata untuk Lembaga Penyiaran itu sendiri dengan ketentuan bahwa untuk penyiaran selanjutnya, Lembaga Penyiaran tersebut harus memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.
Bagian KeenamHak Cipta atas Potret
Pasal 19
(1)
Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.
(2)
Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam Potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dangan Potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka \vaktu 10 (sepuluh) lahun setelah \ ang dipotret meninggal dunia
(3)
Ketentuan dalam Pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat :
atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret:
atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
untuk kepentingan orang yang dipotret.
Pasal 20
Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat :
a.
tanpa persetujuan dari orang yang dipotret;
b.
tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau
c.
tidak untuk kepentingan yang dipotret,
d.
apabila Pengumuman itu bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli' warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia.
Pasal 21
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, pemotretan untuk diumumkan atas seorang Pelaku atau lebih dalam suatu pertunjukan umum walaupun yang bersifat komersial, kecuali dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan.
Pasal 22
Untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan pidana, Potret seseorang dalam keadaan bagaimanapun juga dapat diperbanyak dan diumumkan oleh instansi yang benvenang.
Pasal 23
Kecuali terdapat persetujuan lain antara Pemegang Hak Cipta dan pemilik Ciptaan fotografi, seni hikis, gambar, arsitektiir, seni pahat dan aiau hasil seni lain, pemilik berhak tanpa persetujuan Pemegang Hak Cipta untuk mempertunjukkan Ciptaan di dalam suatu pameran untuk umum atau memperbanyaknya dalam satu katalog tanpa mengurangi ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 apabila hasil karya seni tersebut berupa Potret.
Bagian KetujuhHak Moral
Pasal 24
Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaannya.
Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap pembahan judul dan anak judul Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta.
Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.

Pasal 25

Informasi elektronik tentang informasi manajemen hak Pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah.
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 26

Hak Cipta atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama kepada pembeli Ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari Pencipta itu.
Hak Cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama.
Dalam hal timbul sengketa antara beberapa pembeli Hak Cipta yang sama atas suatu Ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh Hak Cipta itu.
Bagian Kedelapan Sarana Kontrol Teknologi
Pasal 27
Kecuali atas izin Pencipta, sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak Pencipta tidak diperbolehkan dirusak, ditiadakan, arau dibuat tidak berfungsi.
Pasal 28
Ciptaan-ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya di bidang cakram optik (optical disc), wajib memenuhi semua peraturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik sebagaimana diatur pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerimah
BAB IIIMASA BERLAKU HAK CIPTAPasal 29
Hak Cipta atas Ciptaan :
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;
drama atau drama musikal, tari, koreografi;
segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;
seni batik;
lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
arsitektur;
ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;
alat peraga;
peta;
terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai, berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yans dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
Pasal 30
Hak Cipta atas Ciptaan
Program Komputer,
sinematosrafi,
fotografi;
database: dan
karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.
Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini serta Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Pasal 31
Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan :
Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu;
Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum.
Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh Penerbit berdasarkan Pasal 11 ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diterbitkan.
Pasal 32
Jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang diumumkan bagian demi bagian dihitung mulai tanggal Pengumuman bagian yang terakhir.
Dalam menentukan jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang terdiri atas 2 (dua) jilid atau lebih, demikian pula ikhtisar dan berita yang diumumkan secara berkala dan tidak bersamaan waktunya, setiap jilid atau ikhtisar dan berita itu masing-masing dianggap sebagai Ciptaan tersendiri.
Pasal 33
Jangka waktu perlindungan bagi hak Pencipta sebagaimana dimaksud dalam :
Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu;
Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Penciptanya.
Pasal 34
Tanpa mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang dihitung sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi Ciptaan yang dilindungi:
selama 50 (lima puluh) tahun;
selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal dunia.
BAB IVPENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 35

Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan.
Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oieh setiap orang tanpa dikenai biaya.
Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.
Pasal 36
Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.
Pasal 37

Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa
Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya.
Terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanva Permohonan secara lengkap.
Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.
Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada avat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 38
Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.
Pasal 39
Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain:
nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta;
tanggal penerimaan surat Permohonan;
tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan
nomor pendaftaran Ciptaan.
Pasal 40
Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal38.
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 41
Pemindahan hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang terdaftar dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.
Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan dikenai biaya.
Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 42
Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (I) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.
Pasal 43
Perubahan nama dan/atau perubahan alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya.
Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 44
Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena :
penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32;
dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
BAB VLlSENSl
Pasal 45
Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi.
Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.
Pasal 46b
Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 47
Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal.
Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB VIDEWAN HAK CIPTA
Pasal 48
Untuk membantu Pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta, dibentuk Dewan Hak Cipta.
Keanggotaan Dewan Hak Cipta terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi, dan anggota masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang Hak Cipta, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan, masa bakti Dewan Hak Cipta ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Biaya untuk Dewan Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan kepada anggaran belanja departemen yang melakukan pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual.
BAB VIIHAK TERKAIT
Pasal 49
Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi.
Lembaga Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain.
Pasal 50
Jangka waktu perlindungan bagi:
Pelaku, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dipertunjukan atau dimaksudkan ke dalam media audio atau media audiovisual
Produser Rekaman Suara, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut selesai direkam;
Lembaga Pemyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan.

Penghitungan jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dimulai sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya setelah:
karya pertunjukan selesai dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual;
karya rekaman suara selesai direkam;
karya siaran selesai disiarkan untuk pertama kali.
Pasal 51
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6,Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 14 huruf b dan huruf c,Pasal 15, Pasal 17. Pasal 18, Pasal 24, Pasal 25. Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28,Pasal 35. Pasal 36. Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42,Pasal 43. Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47. Pasal 48. Pasal 52, Pasal 53,Pasal 54. Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61,Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66. Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70,Pasal 71, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77 berlaku mutatis mutandisterhadap Hak Terkait.
BAB VIIIPENGELOLAAN HAK CIPTA
Pasal 52
Penyelenggaraan administrasi Hak Cipta sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 53
Direktorat Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan dokumentasi dan informasi Hak Cipta yang bcrsifat nasional yang mampu menyediakan informasi tentang Hak Cipta seluas mungkin kepada masyarakat.
BAB IXBIAYA
Pasal 54
Untuk setiap pengajuan Permohonan, permintaan petikan daftar Umum Ciptaan, pencatatan pengalihan Hak Cipta, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, pencatatan perjanjian Lisensi pencatatan Lisensi wajib, serta lain-lain yang ditentukan dalam Undang-undang ini dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XPENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 55
Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu;
mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya;
mengganti atau mengubah judul Ciptaan; atau
mengubah isi Ciptaan.
Pasal 56
Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu.
Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, perpertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
Pasal 57
Hak dari Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak berlaku terhadap Ciptaan yang berada pada pihak yang dengan itikad baik memperoleh Ciptaan tersebut semata-mata untuk keperluan sendiri dan tidak digunakan untuk suatu kegiatan komersial dan atau kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan komersial.
Pasal 58
Pencipta atau ahli waris suatu Ciptaan dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 59
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 58 wajib diputus dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Niaga yang bersangkutan.
Pasal 60
Gugatan atas pelanggaran Hak Cipta diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga.
Panitera mendaftarkan gugatan tersebut pada ayat (1) pada tanggal gugatan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.
Panitera menyampaikan gugatan kepada Ketua Pengadilan Niaga paling lama 2 (dua) hari terhitung setelah gugatan didaftarkan.
Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah gugatan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang.
Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
Pasal 61
Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan didaftarkan.
Putusan atas gugatan harus diucapkan paiing iama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan apabila diminta dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan oleh jupj sita kepada para pihak palmg lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan diucapkan.
Pasal 62
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (4) hanya dapat diajukan kasasi.
Permohonan kasasi sehagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada Pengadilan yang telah memutus gugatan tersebut.
Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
Pasal 63
Pemohon kasasi vvajib menyampaikan memori kasasl kepada paaltera dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2).
Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah memori kasasi diterima oleh panitera.
Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh panitera.
Panitera wajib mengirimkan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari setelah lewat jangka waktu sehagaimana dimaksud pada ayat (3)
Pasal 64
Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi mulai dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan atas permohonan kasasi diucapkan.
Juru sita wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan kasasi diterima oleh panitera.
Pasal 65
Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
Pasal 66
Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran Hak Cipta.
BAB XIPENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN
Pasal 67
Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan dengan segera dan efektif untuk:
mencegah berlanjutnya pelanggaran Hak Cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Hak Cipta atau Hak Terkait kedalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi;
menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cspta atau Hak Terkait tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti;
meminta kepada pihak yang merasa dirugikaii, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas Hak Cipta atau Hak Terkait, dan hak Pemohon tersebut memang sedang dilanggar.
Pasal 68
Dalam hal penetapan sementara pengadilan tersebut lelah dilakukan, para pihak harus segera diberitahukan mengenai hal itu, termasuk hak untuk didengar bagi pihak yang dikenai penetapan sementara tersebut.
Pasal 69
(1) Dalam hal hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan penetapan sementara pengadilan, hakim Pengadilan Niaga harus memutuskan apakah mengubah, membatalkan, atau menguatkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a dan huruf b dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara pengadilan tersebut.
Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan sementara pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 70
Dalam hal penetapan sementara dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara atas segala kemgian yang ditimbulkan oleh penetapan sementara tersebut.
BAB XVPENYIDIKAN
Pasat 71
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sinil tertentu di dingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan Hak Kekayaan intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
meminta keterangan dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain;
melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta; dan
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIIIKETENTUAN PIDANA
Pasal 72
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama tujuh tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 000 000 000.00 (lima miliar rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan. mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratusjuta rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus Juta rupiah).
Pasal 73
Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana Hak Cipta atau Hak Terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Nesara untuk dimusnahkan.
Ciptaan sehagaimana dimaksud pada ayat(1} di bidang seni dan bersifat unik dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnakan.
BAB XIVKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 74
Dengan berlakunya Undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku selama tldak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 75
Terhadap Surat Pendaftaran Ciptaan yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, masih berlaku pada saat diundangkannya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku untuk selama sisa jangka waktu perlindungannya.
BAB XVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 76
Undang-undang ini berlaku terhadap :
semua Ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia;
semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia;
semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan :
negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dengan Negara Republik Indonesia; atau
negara dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan Hak Cipta.
Pasal 77
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 78
Undang-undang ini mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2002PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2002 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO

Tidak ada komentar: