Minggu, 27 Juli 2008

Undang-undang No.9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 9 TAHUN 1992TENTANGKEIMIGRASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke luar wilayah Indonesia merupakan hak dan wewenang Negara Republik Indonesia serta merupakan salah satu perwujudan dari kedaulatannya sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang berwawasan Nusantara dan dengan semakin meningkatnya lalu lintas orang serta hubungan antar bangsa dan negara diperlukan penyempurnaan pengaturan keimigrasian yang dewasa ini diatur dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan, c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu mengatur ketentuan tentang keimigrasian dalam suatu Undang undang;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara-Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3077);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

Dengan persetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEIMIGRASIAN.
BAB IKETENTUAN UMUMPasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah Negara Republik Indonesia yang meliputi darat, laut, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 3. Surat Perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara.
4. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah pelabuhan, bandar udara, atau tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri sebagai tempat masuk atau ke luar wilayah Indonesia.
5. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang keimigrasian.
6. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Republik Indonesia.
7. Visa untuk Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.
8. Izin Masuk adalah izin yang diterakan pada Visa atau Surat Perjalanan orang asing untuk memasuki wilayah Indonesia yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
9. Izin Masuk Kembali adalah izin yang diterakan pada Surat Perjalanan orang asing yang mempunyai izin tinggal di Indonesia untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
10. Tanda Bertolak adalah tanda tertentu yang diterakan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dalam Surat Perjalanan setiap orang yang akan meninggalkan wilayah Indonesia.
11. Alat Angkut adalah kapal laut, pesawat udara, atau sarana transportasi lainnya yang lazim dipergunakan untuk mengangkut orang.
12. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang orang tertentu untuk ke luar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
13. Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
14. Tindakan Keimigrasian adalah tindakan administratif dalam bidang keimigrasian di luar proses peradilan.
15. Karantina Imigrasi adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenakan proses pengusiran atau deportasi atau tindakan keimigrasian lainnya.
16. Pengusiran atau deportasi adalah tindakan mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia karena keberadaannya tidak dikehendaki.

Pasal 2
Setiap Warga Negara Indonesia berhak melakukan perjalanan ke luar atau masuk wilayah Indonesia.
BAB IIMASUK DAN KE LUAR WILAYAH INDONESIAPasal 3
Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib memiliki Surat Perjalanan.
Pasal 4
(1) Setiap orang dapat ke luar wilayah Indonesia setelah mendapat Tanda Bertolak.
(2) Setiap orang asing dapat masuk ke wilayah Indonesia setelah mendapat Izin Masuk.

Pasal 5
(1) Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 6
(1) Setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib memiliki Visa.
(2) Visa diberikan kepada orang asing yang maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia bermanfaat serta. tidak akan menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan nasional.

Pasal 7
(1) Dikecualikan dari kewajiban memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) adalah:
a. orang asing warga negara dari negara yang berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan memiliki Visa;
b. orang asing yang memiliki Izin Masuk Kembali;
c. kapten atau nakhoda dan, awak yang bertugas pada alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau mendarat di bandar udara di wilayah Indonesia;
d. penumpang transit di pelabuhan atau bandar udara di wilayah Indonesia sepanjang tidak ke luar dari tempat transit yang berada di daerah Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, persyaratan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Visa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dapat menolak atau tidak memberi izin kepada orang asing untuk masuk ke wilayah Indonesia apabila orang asing tersebut:a. tidak memiliki Surat Perjalanan yang sah;
b. tidak memiliki Visa kecuali yang tidak diwajibkan memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a;
c. menderita gangguan jiwa atau penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum;
d. tidak memiliki Izin Masuk Kembali atau tidak mempunyai izin untuk masuk ke negara lain;
e. ternyata telah memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Surat Perjalanan dan/atau Visa.

Pasal 9
Penanggung jawab alat angkut yang datang atau akan berangkat ke luar wilayah Indonesia diwajibkan untuk:a. memberitahukan kedatangan atau, rencana keberangkatan;
b. menyampaikan daftar penumpang dan daftar awak alat angkut yang ditandatangani kepada Pejabat Imigrasi;
c. mengibarkan bendera isyarat bagi kapal laut yang datang dari luar. wilayah Indonesia dengan membawa penumpang;
d. melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut tanpa izin Pejabat Imigrasi selama dilakukan pemeriksaan keimigrasian;
e. membawa kembali ke luar wilayah Indonesia setiap orang asing yang datang dengan alat angkutnya yang tidak mendapat Izin Masuk dari Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

Pasal 10
Pejabat Imigrasi yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi, berwenang naik ke alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau mendarat di bandar udara untuk kepentingan pemeriksaan keimigrasian.
BAB IIIPENCEGAHAN DAN PENANGKALANBagian PertamaPencegahanPasal 11
(1) Wewenang dan tanggung jawab pencegahan dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat keimigrasian;b. Menteri Keuangan, sepanjang menyangkut urusan piutang negara;
c. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.

Pasal 12
(1) Pencegahan ditetapkan dengan keputusan tertulis.(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang kurangnya:
a. identitas orang yang terkena pencegahan;b. alasan pencegahan; danc. jangka waktu pencegahan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan dengan surat tercatat kepada orang atau orang-orang yang terkena pencegahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penetapan.

Pasal 13
(1) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang untuk paling banyak 2 (dua) kali masing-masing tidak lebih dari 6 (enam) bulan.
(2) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c berlaku untuk jangka waktu sesuai dengan keputusan Jaksa Agung.
(3) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan pencegahan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(4) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) pencegahan tersebut berakhir demi hukum.

Pasal 14
Berdasarkan keputusan pencegahan dari pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu ke luar wilayah Indonesia.
Bagian KeduaPenangkalanPasal 15
(1) Wewenang dan tanggung jawab penangkalan terhadap orang asing dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat keimigrasian;
b. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
c. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tenlang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.

Pasal 16
(1) Wewenang dan tanggung jawab penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia dilakukan oleh sebuah Tim yang dipimpin oleh Menteri dan anggotanya terdiri dari unsur-unsur:
a. Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;b. Kejaksaan Agung Republik Indonesia;c. Departemen Luar Negeri;d. Departemen Dalam Negeri;e. Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional; danf. Badan Koordinasi Intelijen Negara.
(2) Pelaksanaan atas keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.

Pasal 17
Penangkalan terhadap orang asing dilakukan karena:
a. diketahui atau diduga terlibat dengan kegiatan sindikat kejahatan internasional;
b. pada saat berada di negaranya sendiri atau di negara lain bersikap bermusuhan terhadap Pemerintah Indonesia atau melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik bangsa dan Negara Indonesia;
c. diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum, kesusilaan, agama dan adat kebiasaan masyarakat Indonesia;
d. atas permintaan suatu negara, orang asing yang berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di negara tersebut karena melakukan kejahatan yang juga diancam pidana menurut hukum yang berlaku di Indonesia;
e. pernah diusir atau dideportasi dari wilayah Indonesia; dan
f. alasan-alasan lain yang berkaitan dengan keimigrasian yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
Warga Negara Indonesia hanya dapat dikenakan penangkalan dalam hal:
a. telah lama meninggalkan Indonesia atau tinggal menetap atau telah menjadi penduduk suatu negara lain dan melakukan tindakan atau bersikap bermusuhan terhadap Negara atau Pemerintah Republik Indonesia;
b. apabila masuk wilayah Indonesia dapat mengganggu jalannya pembangunan, menimbulkan perpecahan bangsa, atau dapat mengganggu stabilitas nasional; atau
c. apabila masuk wilayah Indonesia dapat mengancam keselamatan diri atau keluarganya.

Pasal 19
(1) Penangkalan ditetapkan dengan keputusan tertulis.(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang kurangnya:
a. identitas orang yang terkena penangkalan;b. alasan penangkalan; danc. jangka waktu penangkalan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikirimkan kepada perwakilan-perwakilan Republik Indonesia.

Pasal 20
(1) Keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a dan c, berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu, yang sama atau kurang dari waktu tersebut.
(2) Keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, berlaku untuk jangka waktu sesuai dengan keputusan Jaksa Agung.
(3) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut berakhir demi hukum.

Pasal 21
(1) Keputusan penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan penangkalan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(2) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut berakhir demi hukum.

Pasal 22
Berdasarkan keputusan penangkalan dari pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1) Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu masuk wilayah Indonesia.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penangkalan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IVKEBERADAAN ORANG ASINGDI WILAYAH INDONESIAPasal 24
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian.
(2) izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas:
a. Izin Singgah;b. Izin Kunjungan;c. Izin Tinggal Terbatas;d. Izin Tinggal Tetap.

Pasal 25
(1) Izin Singgah diberikan kepada orang asing yang memerlukan singgah di wilayah Indonesia untuk meneruskan perjalanan ke negara lain.
(2) Izin Kunjungan diberikan kepada orang asing berkunjung ke wilayah Indonesia untuk waktu yang singkat dalam rangka tugas pemerintahan, pariwisata, kegiatan sosial budaya atau usaha.
(3) Izin Tinggal Terbatas diberikan kepada orang asing untuk tinggal di wilayah Indonesia dalam jangka waktu yang terbatas.
(4) Izin Tinggal Tetap diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di wilayah Indonesia.

Pasal 26
(1) Ketentuan Pasal 8 berlaku pula terhadap permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Izin Tinggal Tetap tidak diberikan kepada orang asing yang memperoleh izin untuk masuk ke wilayah Indonesia yang tidak memiliki paspor kebangsaan negara tertentu.

Pasal 27
Pemegang Izin Tinggal Terbatas atau Izin Tinggal Tetap yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dan bermaksud untuk kembali, dapat diberikan Izin Masuk Kembali.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara permohonan, pemberian atau penolakan izin keimigrasian serta hal-hal lain yang berkenaan dengan keberadaan orang asing di wilayah Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VSURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIAPasal 29
(1) Surat Perjalanan Republik Indonesia terdiri atas:
a. Paspor Biasa;b. Paspor Diplomatik;c. Paspor Dinas;d. Paspor Haji;e. Paspor untuk Orang Asing;f. Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Warga Negara Indonesia;g. Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing;h. Surat Perjalanan Laksana Paspor Dinas.
(2) Surat Perjalanan Republik Indonesia adalah dokumen negara.
Pasal 30
(1) Paspor Biasa diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia.
(2) Paspor biasa diberikan juga kepada Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri.
(3) Dalam keadaan khusus apabila Paspor Biasa tidak dapat diberikan, sebagai penggantinya dikeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Warga Negara Indonesia.

Pasal 31
Paspor Diplomatik diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan atau perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik.
Pasal 32
(1) Paspor Dinas diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan atau perjalanan dinas yang bukan bersifat diplomatik.
(2) Dalam keadaan khusus apabila Paspor Dinas tidak dapat diberikan, sebagai penggantinya dikeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor Dinas.

Pasal 33
Paspor Haji diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam rangka menunaikan ibadah haji.
Pasal 34
(1) Paspor untuk Orang Asing dapat diberikan kepada orang asing, yang pada saat berlakunya Undang-undang ini telah memiliki Izin Tinggal Tetap, akan melakukan perjalanan ke luar.wilayah Indonesia dan tidak mempunyai Surat Perjalanan serta dalam waktu yang dianggap layak tidak dapat memperoleh dari negaranya atau negara lain.
(2) Paspor untuk Orang Asing tidak berlaku lagi pada saat pemegangnya memperoleh Surat Perjalanan dari negara lain.

Pasal 35
(1) Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing dapat diberikan kepada orang asing yang tidak mempunyai Surat Perjalanan yang sah dan:
a. atas kehendak sendiri ke luar dari wilayah Indonesia, sepanjang orang asing yang bersangkutan tidak terkena pencegahan;
b. dikenakan tindakan pengusiran atau deportasi; atau
c. dalam keadaan tertentu yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, diberi izin untuk masuk ke wilayah Indonesia.
(2) Surat Perjalanan Laksana Paspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan untuk satu kali perjalanan.

Pasal 36
Anak-anak yang berumur di bawah 16 (enam belas) tahun dapat diikutsertakan dalam Surat Perjalanan orang tuanya.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara permohonan, pemberian atau pencabutan serta hal-hal lain yang berkenaan dengan Surat Perjalanan Republik Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIPENGAWASAN ORANG ASINGDAN TINDAKAN KEIMIGRASIANPasal 38
(1) Pengawasan terhadap orang asing di Indonesia meliputi:
a. masuk dan keluarnya orang asing ke dan dari wilayah Indonesia;b. keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah Indonesia.
(2) untuk kelancaran dan ketertiban pengawasan, Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran orang asing yang berada di wilayah Indonesia.

Pasal 39
Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib:
a. memberikan segala keterangan yang diperlukan mengenai identitas diri dan atau keluarganya, perubahan status sipil dan kewarganegaraannya serta perubahan alamatnya;
b. memperlihatkan Surat Perjalanan atau dokumen keimigrasian yang dimilikinya pada waktu diperlukan dalam rangka pengawasan;
c. mendaftarkan diri jika berada di Indonesia lebih dari 90 (sembilan puluh) hari.

Pasal 40
Pengawasan orang asing dilaksanakan dalam bentuk dan cara:
a. pengumpulan dan pengolahan data orang asing yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia;
b. pendaftaran orang asing yang berada di wilayah Indonesia;
c. pemantauan, pengumpulan, dan pengolahan bahan keterangan dan informasi mengenai kegiatan orang asing;
d. penyusunan daftar nama-nama orang asing yang tidak dikehendaki masuk atau ke luar wilayah Indonesia; dan
e. kegiatan lainnya.
Pasal 41
Pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dilakukan Menteri dengan koordinasi bersama Badan atau Instansi Pemerintah yang terkait.
Pasal 42
(1) Tindakan keimigrasian dilakukan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan yang berbahaya atau patut diduga akan berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum, atau tidak menghormati atau menaati peraturan perundang undangan yang berlaku.
(2) Tindakan keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. pembatasan, perubahan atau pembatalan izin keberadaan;
b. larangan untuk berada di suatu atau, beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia;
c. keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia;
d. pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau penolakan masuk ke wilayah Indonesia.

Pasal 43
(1) Keputusan mengenai tindakan keimigrasian harus disertai dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1).
(2) Setiap orang asing yang dikenakan tindakan keimigrasian dapat mengajukan keberatan kepada Menteri.

Pasal 44
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dapat ditempatkan di Karantina Imigrasi:
a. apabila berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki izin keimigrasian yang sah; atau
b. dalam rangka menunggu proses pengusiran atau deportasi ke luar wilayah Indonesia.
(2) Karena alasan tertentu orang asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditempatkan di tempat lain.

Pasal 45
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia melampaui waktu tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari dari izin keimigrasian yang diberikan, dikenakan biaya beban.
(2) Penanggung jawab alat angkut yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dikenakan biaya beban.
(3) Penetapan biaya beban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur oleh Menteri dengan persetujuan Menteri Keuangan.

Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan orang asing dan tindakan keimigrasian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIIPENYIDIKANPasal 47
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan keimigrasian, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan tentang adanya tindak pidana keimigrasian;
b. memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, menahan seorang yang disangka melakukan tindak pidana keimigrasian;
c. memeriksa dan/atau menyita surat-surat, dokumen-dokumen, Surat Perjalanan, atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian;
d. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;
e. melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tertentu yang diduga terdapat surat-surat, dokumen-dokumen, Surat Perjalanan, atau benda-benda lain yang ada hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian;
f. mengambil sidik jari dan memotret tersangka.
(3) Kewenangan Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB VIIIKETENTUAN PIDANAPasal 48
Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah):
a. orang asing yang dengan sengaja membuat palsu atau memalsukan Visa atau izin keimigrasian; atau
b. orang asing yang dengan sengaja menggunakan Visa atau izin keimigrasian palsu atau yang dipalsukan untuk masuk atau berada di wilayah Indonesia.

Pasal 50
Orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.25. 000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 51
Orang asing yang tidak melakukan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 atau tidak membayar biaya beban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 52
Orang asing yang izin keimigrasiannya habis berlaku dan masih berada dalam wilayah Indonesia melampaui 60 (enam puluh) hari dari batas waktu izin yang diberikan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 53
Orang asing yang berada di wilayah Indonesia secara tidak sah atau yang pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).
Pasal 54
Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan, melindungi, memberi pemondokan, memberi penghidupan atau pekerjaan kepada orang asing yang diketahui atau patut diduga:
a. pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah);
b. berada di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 25.,000.000,- (dua puluh lima juta rupiah);
c. izin keimigrasiannya habis berlaku, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).

Pasal 55
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menggunakan Surat Perjalanan Republik Indonesia sedangkan ia mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa Surat Perjalanan itu palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah);
b. menggunakan Surat Perjalanan orang lain atau Surat Perjalanan Republik Indonesia yang sudah dicabut atau dinyatakan batal, atau menyerahkan kepada orang lain Surat Perjalanan Republik Indonesia yang diberikan kepadanya, dengan maksud digunakan secara tidak berhak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah);
c. memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh Surat Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah); atau
d. memiliki atau menggunakan secara melawan hukum 2 (dua) atau lebih Surat Perjalanan Republik Indonesia yang semuanya berlaku, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Pasal 56
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah):
a. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mencetak, mempunyai, menyimpan blanko Surat Perjalanan Republik Indonesia atau blanko dokumen keimigrasian; atau
b. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membuat, mempunyai atau menyimpan cap yang dipergunakan untuk mensahkan Surat Perjalanan Republik Indonesia atau dokumen keimigrasian,

Pasal 57
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain merusak, menghilangkan atau mengubah baik sebagian maupun seluruhnya keterangan atau cap yang terdapat dalam Surat Perjalanan Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 58
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain mempunyai, menyimpan, mengubah atau menggunakan data keimigrasian baik secara manual maupun elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 59
Pejabat yang dengan sengaja dan melawan hukum memberikan atau memperpanjang berlakunya Surat Perjalanan Republik Indonesia atau dokumen keimigrasian kepada seseorang yang diketahuinya tidak berhak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Pasal 60
Setiap orang yang memberi kesempatan menginap kepada orang asing dan tidak melaporkan kepada Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pemerintah Daerah setempat yang berwenang dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan orang asing tersebut, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 61
Orang asing yang sudah mempunyai izin tinggal yang tidak melapor kepada kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat tinggal atau tempat kediamannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diperolehnya izin tinggal, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 62
Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 48, 49, 50, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, dan Pasal 59 Undang-undang ini adalah kejahatan. Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 51, 60, dan Pasal 61 Undang-undang ini adalah pelanggaran.
BAB IXKETENTUAN PERALIHANPasal 63
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini:
a. Izin menetap yang telah diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1955 tentang Kependudukan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 463) dinyatakan tetap berlaku untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
b. Perizinan keimigrasian lainnya yang telah diberikan dan masih berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktunya habis.
c. Surat Perjalanan Republik Indonesia yang telah dikeluarkan, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktunya habis.

Pasal 64
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya di bidang keimigrasian dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XKETENTUAN LAINPasal 65
Ketentuan keimigrasian bagi lalu lintas orang di daerah perbatasan dapat diatur tersendiri dengan perjanjian Lintas Batas antara Pemerintah Negara Republik Indonesia dan pemerintah negara tetangga yang memiliki perbatasan yang sama, dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 66
Ketentuan yang berlaku bagi orang asing yang datang dan berada di wilayah Indonesia dalam rangka tugas diplomatik dan dinas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIKETENTUAN PENUTUPPasal 67
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini:
a. Toelatingstesluit (Staatsblad 1916 Nomor 47) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Staatsblad 1949 Nomor 330 serta Toelatingsordonnantie (Staatsblad 1949 Nomor 331);
b. Undang-undang Nomor 42 Drt. Tahun 1950 tentang Bea Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 77);
c. Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1953 tentang Pengawasan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 463);
d. Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 807);
e. Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1955 tentang Kependudukan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 812); dan
f. Undang-undang Nomor 14 Drt. Tahun 1959 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1799);
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 68
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan Penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 31 Maret 1992PRESIDEN REPUBLIK INDONESIASOEHARTO
Diundangkan di Jakartapada tanggal 31 Maret 1992MENTERI/SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIAMOERDIONO

Tidak ada komentar: